Kopdit Deklarasikan Tolak Holding Ultra Mikro


     Gelombang penolakan rencana Holding Ultra Mikro (HUM) kembali terjadi. Kali ini, kalangan Koperasi Kredit (Kopdit) turut menyuarakan penolakannya. Selama ini, Kopdit dikenal sebagai salah satu entitas gerakan koperasi yang konsisten menerapkan prinsip koperasi dan memiliki kultur pendidikan anggota yang kuat.

     Melalui rilis media yang diterima Warta Koperasi pagi (1/7) ini, sejumlah Koperasi Kredit (Kopdit) menyatakan penolakannya terhadap rencana pembentukan holding ultra mikro. Mayoritas Koperasi Kredit beralasan holding ultra mikro akan berpotensi memonopoli segmen pembiayaan ultra mikro dan mematikan Koperasi dan semua lembaga keuangan mikro (LKM) milik masyarakat lainnya.

     Wilem Ngette, anggota Koperasi Kredit Adiguna di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengatakan rencana holding hanya akan membahayakan eksistensi koperasi dan kehidupan lembaga keuangan mikro. Williem bahkan menyebut Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti tidak memiliki fokus pekerjaan yang seharusnya dilakukan.

     "Saya mendukung penolakan holding ultra mikro. Kementerian BUMN seperti kurang kerjaan," kata Wilem.

     Ia pun meminta agar Kementerian BUMN fokus untuk menyelesaikan persoalan lain, seperti utang perusahaan plat merah hingga BUMN yang merugi. Menurutnya, rencana menggabungkan BRI, Pegadaian, dan PNM untuk membentuk holding ultra mikro, hanya akan menambah beban dan masalah kementerian yang semakin menumpuk.

     “BUMN itu ngurus yang sudah ada saja banyak yang belum ok, kok (mau) nambah beban lagi dengan buat holding ultra mikro," ujarnya.

     Senada dengan hal itu, Ketua Koperasi Kredit Keling Kumang di Kalimantan Barat, Masiun Nerang juga mendukung penolakan pembentukan Holding Ultra Mikro. Dirinya menilai pembentukan holding hanya akan mengkerdilkan peran koperasi dan lembaga keuangan mikro lainnya.

     Ia mengatakan, selama ini koperasi sudah berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebab, setiap masyarakat atau anggota koperasi merupakan subjek dalam perubahan dirinya. Sehingga Koperasi pun rasanya tidak membutuhkan kelembagaan holding ultra mikro yang justru hanya akan membangun ketergantungan masyarakat terhadap produk pinjaman perbankan.

     “Saya sangat setuju dengan penolakan holding ultra mikro. Karena itu kan mengkerdilkan institusi berbasis anggota yang dimiliki masyarakat seperti Koperasi yang selama ini jika dikelola dengan baik itu sangat bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata Masiun.

     Masiun pun khawatir jika pembentukan holding yang menggabungkan 3 (tiga) BUMN yakni BRI, Pegadaian, dan PNM akan mempersempit ruang gerak dari koperasi. Dirinya berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali rencana tersebut, supaya tidak mematikan koperasi yang sudah dibentuk oleh masyarakat.

     “Tolong pembentukan Holding Ultra Mikro itu dipertimbangkan lagi. Yang kedua, kalau memang harus dibentuk, harus dibuat secara hati-hati jangan mematikan organisasi-organisasi keuangan seperti koperasi yang selama ini telah menempatkan masyarakat sebagai subjek. Biarkan koperasi tumbuh subur bersama dengan masyarakatnya,” ungkapnya.

     Seperti diketahui, Koalisi Tolak Holding Ultra Mikro menjadi organisasi masyarakat sipil yang menyatakan penolakannya terhadap rencana holding ultra mikro. Koalisi yang yang terdiri dari aktivis, akademisi dan pegiat sosial ini beralasan bahwa holding ultra mikro akan memonopoli segmen ultra mikro dan mematikan koperasi-BMT dan seluruh lembaga keuangan mikro milik masyarakat.

     Selain Suroto, terdapat sejumlah aktivis dan akademisi yang tergabung dalam gerakan ini. Terakhir, begawan ekonomi Sri Edi Swasono, Robinson Nainggolan (Koperasi CUHK Belawan), Frans Tantri Darma (Koperasi Kredit), dan Wilem Ngette (Tokoh CU NTT) turut menyatakan keikutsertaannya dalam penolakan holding ultra mikro ini.(*)

(prio)

Kategori
NASIONAL

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar