Kegagalan Memahami Makna Aspirasi Gerakan Koperasi Terkait OJK

Oleh

R NUGROHO M

Tanpa mengurangi rasa hormat dan apresiasi terhadap kerja keras  pemerintah dan DPR dalam  merespon dan memenuhi harapan, aspirasi yang disampaikan gerakan  koperasi Indonesia  terkait penolakan terhadap campur tangan otoritas jasa keuangan (OJK) dalam tata kelola  Usaha Simpan Pinjam.

Penulis melihat dan menangkap adanya kegagalan pemerintah dalam memahami makna aspirasi penolakan pengawasan OJK dalam tata kelola Usaha Simpan Pinjam koperasi.

Penolakan pengawasan koperasi oleh OJK disuarakan oleh gerakan koperasi di tanah air dan di lapangan semakin banyak elemen gerakan koperasi yang turut menyuarakan aspirasi sama.

Dinamika masyarakat menyuarakan hal sama bertebaran di berbagai media sosial dan secara kasat mata sebagian melakukan aksi langsung berupa gerakan mengirim karangan bunga ke Gedung DPR dan Kementerian Koperasi  sebagai perwujudan aksi damai.

Dalam rapat Panja RUU PPSK komisi XI DPR RI  pada tanggal 24 November 2022, pemerintah melemparkan pola pendekatan dalam pembinaan, pengaturan dan pengawasan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) melalui model pendekatan Close loop dan Open loop pada tata kelola usaha Simpan Pinjam Koperasi.

Model close loop adalah model pembinaan, pengaturan dan pengawasan terhadap KSP atau USP koperasi yang hanya melayani anggota sebagai pemiliknya, dalam hal ini termasuk pengelolaan sumber permodalan ataupun sumber pembiayaannya hanya berasal dari anggotanya sendiri.

Sedangkan model open loop adalah model untuk KSP atau USP koperasi yang melayani bukan anggota atau masyarakat termasuk pengelolaan sumber permodalan ataupun sumber pembiayaannya yang juga berasal dari bukan anggota.

Memberikan ruang bagi usaha simpan pinjam koperasi dapat melayani bukan anggotanya adalah kegagalan memahami jati diri Usaha Simpan Pinjam Koperasi.

Karena jati diri Usaha Simpan Pinjam baik dari aspek historis , aspek sosial, aspek antrophologis, aspek regulasi yang ada maupun fakta dil lapangan menunjukkan bahwa Usaha Simpan Pinjam Koperasi seharusnya hanya melayani anggotanya atau sering kita dengar dengan istilah dari-oleh-untuk anggota. 

Fakta yang menunjukkan adanya usaha simpan pinjam koperasi yang bertransaksi dengan bukan anggota pada hakekatnya adalah penyimpangan dari nilai dan prinsip Usaha Simpan Pinjam Koperasi.

Sehingga tidak semestinya diberikan ruang untuk hidup dan berkembang.  Kasus koperasi gagal bayar adalah bukti adanya usaha simpan pinjam yang mengingkari nilai dan prinsip koperasi.

Pemberian ruang bagi koperasi simpan pinjam atau usaha simpan pinjam koperasi untuk melayani bukan anggota akan berbenturan dengan regulasi yang ada seperti PP 09/1995, PP 7/2021.

Juga berbenturan dengan UU perbankan maupun dengan  RUU Perkoperasian yang saat ini sedang dalam proses pembuatan.

Sehingga kalau RUU PPSK mengatur  ketentuan yang memberikan ruang hidup bagi usaha Simpan Pinjam Koperasi melayani bukan anggota, akan terjadi carut marut regulasi.

Apalagi pembinaan dan pengawasannya diserahkan Otoritas Jasa keuangan (OJK). Hal itu  akan berbenturan dengan tugas OJK sendiri  sebagimana  diatur dalam UU tentang OJK. 

Mengatur Usaha Simpan Pinjam Koperasi untuk mendapatkan sumber permodalan dari pinjaman di luar koperasi ( seperti dari perbankan ) sebagai bentuk usaha sektor keuangan yang harus diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan adalah kegagalan memahami tata kelola Usaha Simpan Pinjam koperasi ( kumpulan orang ) sebagai gerakan gotong royong memecahkan kesulitan bersama yang diatasi secara bersama-sama.

Dalam era mendatang seiring dengan tuntutan dunia usaha atau kebijakan untuk memerankan koperasi sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional yang sejajar dan sama terhormat dengan pelaku ekonomi yang lain ( BUMN, Usaha Swasta ), maka di sektor usaha keuangan, memang koperasi sah-sah saja melakukan usaha dan bertransaksi dengan bukan anggota.

Tetapi tidak melalui usaha simpan pinjamnya, melainkan melalui bentuk usaha sektor keuangan di luar usaha simpan pinjam.

Fakta di lapangan terdapat regulasi yang memberi ruang untuk koperasi dapat melakukan usaha sektor keuangan kepada masyarakat seperti diatur dalam UU 1/2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. 

Substansi tuntutan dan aspirasi gerakan koperasi yang menolak Otoritas Jasa Keuangan hadir dalam tata kelola Usaha Simpan Pinjam Koperasi  adalah bagaimana melalui regulasi yang diterbitkan oleh Pemerintah maupun DPR RI akan dapat memperkuat dan melindungi Usaha Simpan Pinjam Koperasi sebagai usaha sektor keuangan unik.

Juga perwujudan gerakan saling menolong antar anggota koperasi yang tidak dapat dipersamakan dengan bentuk usaha sektor keuangan diluar koperasi. 

Membuat ketentuan yang memberikan ruang bagi Usaha Simpan Pinjam untuk melayani bukan anggota koperasi adalah sebuah kegagalan regulasi mengatur  jati diri Usaha Simpan Pinjam Koperasi. 

Subtansi aspirasi tuntutan masyarakat koperasi terhadap RUU PPSK adalah menghilangkan ketentuan yang mengatur Otoritas Jasa Keuangan mengatur, mengawasi dan memberikan perijinan terhadap Usaha Simpan Pinjam Koperasi dan  pengaturannya ada dalam UU Perkoperasian. atau RUU perkoperasian yang saat ini sedang disusun.

Pekerjaan rumah bagi semua.

Pertanyaan dari fenomena ini adalah apakah tepat dan sesuai jati diri koperasi, jika ada aturan memberikan ruang bagi koperasi  melakukan usaha sektor keuangan untuk bertransaksi dengan bukan anggota.

Tentunya hal di atas menjadi sebuah pertanyaan besar untuk direnungkan bersama oleh seluruh gerakan koperasi bersama Ppemerintah dan para stake holder koaperasi.

Penulis adalah pegiat koperasi

Kategori
WACANA

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar