IKPRI Soal Revisi UU Perkoperasian : Pentingnya Ekosistem Multi Bisnis Koperasi

Induk Koperasi Pegawai RI (IKPRI) menilai, pentingnya ekosistem multi bisnis bagi koperasi di Indonesia. Hal itu dikemukakan IKPRI melalui sekretarisnya, Drs. Fahruddin Zaid, kepada Warta Koperasi, Selasa (7/6). Pandangan itu merespons rencana pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM, yang tengah mendorong percepatan revisi RUU Perkoperasian pengganti UU No.25 Tahun 1992 yang sudah berusia tiga dekade.


“Sebaiknya penjenisan koperasi tidak perlu dipasung atau dibatasi, melainkan tetap multi bisnis,”papar Fahruddin Zaid. Dunia bisnis modern, memang meniscayakan berkembangnya model dan platform bisnis yang begitu pesat. Alhasil, koperasi akan kompatibel dengan perkembangan zaman jika dapat berperan dan menguasai perkembangan bisnis yang ada saat ini. “Penting juga terkait jumlah pendirian koperasi. UU lama yang mensyaratkan jumlah minimal 20 orang sudah baik. Agar tidak membuka celah bagi segelintir orang membuat badan hukum koperasi hanya karena memiliki modal meskipun sejatinya hanya kedok untuk memanfaatkan badan hukum koperasi”.

Pandangan IKPRI, tampaknya bersesuaian dengan visi pemerintah terkait revisi UU Perkoperasian. Seperti diketahui, Kementerian Koperasi dan UKM terus mendorong revisi hingga tuntas Undang-Undang (UU) tentang Perkoperasian pengganti UU Nomor 25 Tahun 1992. Tujuannya, antara lain menghadirkan ekosistem bisnis koperasi yang dinamis, adaptif, dan akomodatif bagi kebutuhan anggota dan masyarakat. 

“Seiring perubahan cepat dalam dunia usaha dan teknologi serta berbagai permasalahan yang terjadi maka diperlukan UU yang juga mampu mengakomodasi, menjawab perubahan tersebut, dan memperbaiki tata kelola perkoperasian. Dengan demikian koperasi bisa bergerak lincah, modern, dipercaya, dan terutama memberikan kepastian hukum yang tegas terhadap setiap pelanggaran yang dapat menurunkan citra koperasi di kalangan masyarakat,” papar Deputi Bidang Perkoperasian Ahmad Zabadi, melalui pressrelease yang diterima WartaKoperasi, Ahad (5/6) lalu.

Dalam pandangan pemerintah, UU Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992 yang sudah berusia 30 tahun, substansinya cenderung obsolete (ketinggalan) sehingga perlu diperbaharui agar sesuai dengan perkembangan zaman.

Catatan Warta Koperasi, tindakan pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM era sebelumnya yang berhasil membubarkan ribuan koperasi papan nama, ternyata belum sanggup memangkas kehadiran koperasi abal-abal yang cenderung merugikan masyarakat dan memperburuk citra koperasi itu. Belakangan, bahkan ada koperasi yang sebelumnya pernah dinobatkan sebagai 100 koperasi besar oleh sebuah media dan mendapat penghargaan pemerintah (Koperasi SB), justru terjerembab jadi salah satu dari koperasi bermasalah itu. (PRIONO)

 


Ahmad Zabadi (Deputi Perkoperasian, Kementerian Koperasi dan UKM RI)

Revisi RUU Perkoperasian dan Permasalahan Koperasi Kini

img-1654590563.jpg

Sejumlah permasalahan koperasi sjaat ini, antara lain adalah penyalahgunaan badan hukum koperasi untuk melakukan praktik pinjaman online ilegal dan rentenir, penyimpangan penggunaan asset oleh pengurus, di lain pihak potensi anggota tidak dioptimalkan, dan pengawasan yang belum berjalan maksimal.  Pelanggaran koperasi yang juga kerap terjadi dalam bentuk tidak adanya izin usaha simpan pinjam maupun izin kantor cabang. 

Banyak koperasi yang dikelola tidak sesuai dengan prinsip dan nilai koperasi sehingga menimbulkan malpraktik yang merugikan anggota maupun masyarakat. Pendidikan anggota dan kerja sama antar koperasi yang merupakan bagian penting dalam pelaksanaan prinsip koperasi tidak diselenggarakan sebagaimana mestinya dan adanya ketergantungan koperasi terhadap dominasi pengurus. Padahal dalam koperasi peran anggotalah yang paling utama.

Salah satu kendala yang juga banyak ditemukan dalam koperasi bermasalah saat ini adalah mekanisme pengajuan PKPU dan kepailitan oleh kreditur/anggota koperasi yang belum diatur dalam UU sehingga menyulitkan anggota yang harus menghadapi proses PKPU dan pailit. Ribuan anggota koperasi bermasalah kini terkatung-katung menunggu proses pengembalian simpanannya yang rumit.  Maka perlu penguatan dan pembaruan dalam draf RUU Perkoperasian yang akan disusun. 

Ada banyak hal yang akan diatur, salah satu yang ingin diperkuat adalah badan hukum koperasi, menguatkan pengaturan pengelolaan koperasi berdasarkan prinsip syariah, penguatan pengawasan internal, disertai sanksinya.

Selain itu juga, pengaturan sanksi pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengurus/pengelola koperasi maupun pihak lain yang mengatasnamakan koperasi. Hal ini menjadi perhatian serius agar pengurus koperasi/pengelola  bertanggung jawab dan taat azas terhadap semua aturan yang ada. Adapun, pembubaran, penyelesaian, dan kepailitan koperasi akan turut diatur.

Hal krusial lainnya adalah mempertegas regenerasi dan suksesi di koperasi dan mengatur  pembatasan masa periode kepengurusan. Menguatkan pengaturan pengelolaan koperasi berdasarkan prinsip syariah dan mendorong penjaminan simpanan anggota koperasi.

UU Perkoperasian yang akan disusun bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap anggota, menghadirkan tata kelola koperasi yang baik dan akuntable, serta memberikan efek jera terhadap pelanggaran ketentuan peraturan sebagaimana diatur di dalam undang-undang perkoperasian.

KemenKopUKM telah membentuk Kelompok Kerja pembahasan Naskah Akademik RUU tentang Perkoperasian yang berasal dari akademisi (ahli ekonomi, ahli hukum), praktisi koperasi, pemerhati koperasi, notaris, ahli hukum, kementerian/lembaga terkait, serta internal Kementerian Koperasi dan UKM. Tim juga sudah mulai bekerja melakukan inventarisasi terkait permasalahan dan perkembangan dinamika perkoperasian. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan secara intensif per klaster RUU Perkoperasian. (PR/foto : Kementerian Koperasi dan UKM)

Kategori
NASIONAL

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar