Holding Ultra Mikro, Ancaman bagi Koperasi?

Pemerintah berencana melakukan penyatuan unit mikro sejumlah BUMN dalam sebuah holding ultra mikro. Holding ultra mikro beranggotakan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero). Rencana ini ditanggapi beragam, termasuk dari kalangan gerakan koperasi yang cenderung keberatan dengan gagasan yang bakal diwujudkan tahun depan itu.


        Ekonom Universitas Indonesia (UI) Ninasapti Triaswati mendukung gagasan itu. Ia menilai, rencana pembentukan holding BUMN Ultra Mikro akan membawa dampak langsung terhadap kemajuan pelaku UMKM. Integrasi tiga BUMN tersebut, kata dia, dipercaya mampu menjawab kebutuhan pelaku UMKM terhadap akses pembiayaan yang mudah dan murah. “Rencana strategis, program dan implementasinya dalam holding BUMN tersebut diharapkan dapat efektif mendorong pengembangan UMKM,” ujar Ninasapti. Integrasi tersebut, kata Nina, akan mempercepat laju inklusi keuangan, pembiayaan berkelanjutan, serta menyasar 57 juta pelaku usaha ultra mikro yang mayoritas belum tersentuh layanan perbankan.Saat ini, papar Nina, dari 57 juta pelaku usaha mikro, masih ada 30 juta di antaranya yang belum memiliki akses ke sumber pendanaan formal. Mereka selama ini kerap mendapat fasilitas serta produk keuangan informal, bahkan tak jarang terjerat oleh para lintah darat.

Mengancam Koperasi

    Pendapat berbeda dikemukakan Peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI), Tuti Ermawati meminta pemerintah mempertimbangkan aspek keberlanjutan hidup Lembaga Keuangan Mikro swasta sebelum membentuk Holding Ultra Mikro yang menggabungkan BRI, Pegadaian dan PNM.

    Menurut Tuti, pembentukan holding ini akan membuat persaingan antar lembaga keuangan mikro, baik BUMN maupun swasta akan semakin ketat“. Yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana keberlanjutan hidup dari lembaga keuangan mikro yang lain, seperti koperasi dan sebagainya,” katanya.

    Pendapat senada dikemukakan Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menilai kebijakan pembentukan holding ini tidak tepat dilakukan. "Kebijakan holding BUMM ini tidak tepat untuk dilakukan karena bisa berdampak negatif bagi kepentingan negara dan bisa mengesampingkan kewenangan rakyat," ujarnya dalam diskusi virtual, yang diikuti Warta Koperasi, Kamis lalu.

      Menurut Anis, pembentukan holding ultra mikro akan membuat PT Pegadaian dan PT PNM menjadi anak usaha BUMN dan PT BRI akan menjadi perusahaan besarnya. "Artinya apa? bahwa kalau ini benar-benar holding yang muncul adalah BRI saja, yang di mana ketidakadaan kepemilikan secara langsung bisa membuat kekayaan negara dan kepentingan hajat banyak rakyat terganggu. Padahal ini sudah dimanatkan dalam Undang-udang Dasar (UUD) 1945," ucap dia.

       Sementara itu, lanjut dia, dilihat berdasarkan latar belakang mengapa holding ultra mikro dibentuk adalah karena keinginan Kementerian BUMN agar para UMKM bisa naik kelas. Menurut Anis, alasan yang disampaikan Kementerian BUMN seakan-akan permasalahan yang dihadapi UMKM hanya sebatas pendanaan. "Padahal kendala itu banyak, bukan hanya masalah keuangan saja. Masalah di SDM-nya, akses pemasarannya serta jejaring dan teknologinya".

        Pegiat koperasi Suroto menambahkan, pembentukan Holding Ultra Mikro bisa mematikan lembaga keuangan mikro masyarakat lainnya. Pasalnya, lembaga keuanga mikro seperti Koperasi akan dipaksa untuk bertanding dengan bank yang selama ini mendapat sejumlah fasilitas berupa subsidi bunga hingga penjaminan pinjaman dari pemerintah.

        “Koperasi dihabisi dengan berikan subisidi bunga untuk bank, tidak dikasih LPS [Lembaga Penjaminan Simpanan], tidak ada dana penempatan, tidak ada modal penyertaan negara, kalau bangkrut tidak di-bailout, tidak diberi lembaga penjaminan pinjaman, tidak dilindungi pakai JPSK, tidak ada perlindungan isu malah diinterograsi, suruh bertanding dengan bank yang semua dapat fasilitas itu semua,” ujar Suroto.

        Ia mengatakan pembentukan Holding Ultra Mikro nantinya akan mengarah kepada penyeragaman kelembagaan atau monokulturalistik. Menurut Suroto, negara yang sudah mapan lembaga keuanganya dan jaga ekosistem hidup semua lembaga keuangan masyarakatnya saja masih perlu isi banyak kekosongan. Pembentukan holding yang dilakukan oleh Kementerian BUMN akan mematikan lembaga-lembaga keuangan mikro masyarakat lainnya. Suroto pun menegaskan bahwa entitas bisnis negara tidak boleh mendominasi pasar, sebab Indonesia tidak menganut sistem komunisme seperti di China, melainkan sistem demokrasi. “Jadi mau menguasai semua sektor, semua segmen. Ini yang ga bener. Kita tidak menganut sistem komunisme, jadi entitas bisnis negara itu tidak boleh mendominasi seperti di China. Kita bukan negara komunis,” tegas Suroto. “Saya melihat rencana Holding Ultra Mikro ini sudah ada moral hazard. Itu jelas. Pemerintah ini sudah ngawur. Jadi BUMN ini kan entitas milik pemerintah, itu yang ga boleh kalau semuanya itu disikat sama pemerintah, yang mikro, makro, ultra mikro, menengah, besar, kecil. Itu kan namanya penyeragaman kelembagaan. Ini yang berbahaya,” ungkapnya.

(PRIO)

Kategori
NASIONAL

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar