Daya Beli Masyarakat Tahun 2020

Oleh

Prof Dr Agustitin Setyobudi, MM

Kemampuan daya beli masyarakat dan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tahun 2020 diproyeksikan lebih baik dari tahun 2019. Sementara pertumbuhan ekonomi juga cenderung membaik pada tahun  2020. Hal ini disebabkan oleh konsumsi yang membaik. Daya beli  meningkat  didorong oleh masyarakat luar Jawa karena ada kecenderungan harga minyak kelapa sawit (crude palm oil) mulai meningkat pada tahun 2020 ini.

Selama 2019, konsumsi masyarakat cukup stabil tetapi cenderung bergeser ke sektor jasa dan hal ini menjadi penjelas mengapa sektor manufaktur cenderung tumbuh melambat. Selain karena faktor ekspor yang tertekan, konsumen cenderung tidak membeli produk yang diproduksi oleh manufaktur baik sandang hingga produk otomotif.

Sektor jasa dan transportasi mampu tumbuh di atas rata-rata, sedangkan sektor dengan kontribusi PDB terbesar darii manufaktur yang juga cenderung tumbuh. Namun di sektor fiskal Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) M. Faisal mengatakan banyak kebijakan fiskal pada tahun 2020 ini  berpotensi sedikit menurunkan daya beli masyarakat. Penghapusan subsidi listrik golongan 900 VA, akan dilakukan pemangkasan subsidi solarnya hingga 50 persen, pemangkasan subsidi LPG 23 persen, kenaikan iuran BPJS hingga 100 persen dan kenaikan cukai rokok 23 persen.

Pada semester pertama tahun 2020 daya beli diperkirakan sedikit menguat.  Pemerintah pasti akan menjaga performa ekonomi sehingga   menguat. Atau setidaknya mampu mestabilkan daya beli masyarakat.

Dana Desa Perkuat Daya Beli Masyarakat

Salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas daya beli adalah adanya tambahan alokasi dana desa.  Besaran dana desa terus diperkuat dengan peningkatan alokasi anggaran sebesar Rp 2 triliun atau menjadi Rp 72 triliun pada 2020. Dana tersebut akan difokuskan untuk pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi desa.

Seperti disebut diatas dana desa akan  terus diperkuat dengan peningkatan alokasi anggaran sebesar Rp2 triliun, atau menjadi Rp 72 triliun pada 2020. Dana tersebut akan difokuskan untuk pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi desa.

Berdasarkan informasi dari Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Anwar Sanusi hingga 6 Januari 2020 realisasi penyaluran dana desa telah mencapai 98,84 persen. Nampaknya  pemerintah akan terus mendorong dana desa dimasukkan ke dalam RAPBN 2020. Selain dukungan pendanaan kelurahan, pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk penghasilan tetap perangkat desa, agar kinerja dan kualitas pelayanan dan penyelenggaran pemerintah desa semakin meningkat.

Penyarapan dana desa sejauh ini cukup efektif. Diharapkan  dana tersebut dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat desa. Dana desa juga diharapkan mampu mendorong inovasi dan entrepreneur baru, sehingga produk-produk lokal yang dimiliki oleh setiap desa dapat dipasarkan secara nasional, bahkan global melalui market place.

Dengan demikian dana desa tercatat telah mampu membangun 201.899 km jalan desa, 1.181.659 meter jembatan, 9.329 pasar desa, 38.140 unit kegiatan BUMDes, 60.274 irigasi, hingga 4.265 embung desa.

Sementara untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dana desa telah mampu membangun 21.118 unit sarana olahraga, 966.350 air bersih, 260.039 MCK, 10.101 polindes, 31.376.550 meter drainase, 53.002 kegiatan PAUD, 26.261 unit posyandu hingga 48.953 unit sumur.
Hal tersebut di atas telah membuktikan bahwa   pemanfaatan dana desa  mampu meningkatan pendapatan per kapita pedesaan. Dari Rp 572.586 pada 2015 menjadi Rp 827.429 pada 2019.


Penulis adalah Ketua Umum IKPRI

Kategori
WACANA

Artikel Terkait

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar